Anemia pada Ibu Hamil

•1 Februari 2010 • 1 Komentar

Anemia pada kehamilan masih sering dijumpai di Indonesia. Keadaan ini memang dapat disebabkan oleh adanya anemia sebelum kehamilan karena anemia pada perempuan, termasuk perempuan muda, masih cukup tinggi. Namun, anemia juga bisa terjadi akibat kehamilan.

Kehamilan dapat menimbulkan anemia karena saat hamil terjadi peningkatan volume darah sehingga sel darah merah relatif menjadi lebih rendah. Selain itu, berkurangnya asupan makanan karena mual dan muntah serta risiko perdarahan pada waktu persalinan juga akan meningkatkan risiko anemia.

Jika hemoglobin pada kehamilan trimester pertama di bawah 11 g/dL dan pada trimester kedua dan ketiga di bawah 10 g/dL, itu sudah dianggap anemia. Pengaruh keadaan anemia terhadap kehamilan bergantung pada derajat anemia.

Jika anemia ringan, mungkin pengaruhnya hampir tak ada. Namun, jika hemoglobin di bawah 6 g/dL, ibu akan merasa lekas lelah, bahkan dapat terjadi gangguan fungsi jantung.  Secara rutin biasanya pada kehamilan perlu diperiksa hemoglobin sehingga dapat dilakukan terapi. Penyebab anemia pada kehamilan yang sering adalah karena kurang besi.

Gejala anemia pada ibu hamil sama seperti anemia yang dialami orang dewasa, yaitu ibu menjadi tidak fit; lesu, lemah, letih, lelah, lalai (5L). Ibu hamil juga menjadi sering pusing, mata berkunang-kunang, bahkan sampai pingsan, mudah mengantuk, sesak napas, daya tahan tubuh menurun, dan mudah jatuh sakit.

Anemia sebaiknya tidak dibiarkan saja karena akibatnya bisa fatal, baik pada ibu maupun janinnya. Risiko yang terjadi antara lain keguguran, kelahiran prematur, persalinan lama, perdarahan pasca-melahirkan, bayi lahir dengan berat rendah, hingga kemungkinan bayi lahir dengan cacat bawaan.

Sayangnya, banyak ibu hamil kurang mengonsumsi zat besi, padahal zat besi dapat dipenuhi dari komposisi makanan yang bergizi dan seimbang. Untuk mencegah terjadinya anemia, biasanya dokter akan memberikan suplemen zat besi dengan asam folat. Namun, kalau sampai terjadi anemia berat, penanganan seperti transfusi darah mungkin saja diperlukan, tergantung dari bagimana kasusnya. @Kompas.com

Bermacam-macam Obat Ginjal, dari Kumis Kucing hingga Sambiloto

•8 September 2009 • 1 Komentar

Apa saja tanaman obat yang telah digunakan dan memiliki potensi untuk dijadikan pilihan alternatif ataupun pendamping pengobatan batu ginjal dan membantu meningkatkan kinerja ginjal?

Prof Dr Sumali Wiryowidagdo, Guru Besar Departemen Farmasi Fakultas MIPA UI, menyatakan bahwa beberapa tanaman obat sebenarnya layak disebut herba rasional karena telah dibuktikan selama bertahun-tahun meski secara empiris. Tanaman obat ini paling tidak telah teruji khasiat, efektivitas, dan keamanannya. Jenis-jenis herba yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan ginjal dan kandung kemih di antaranya:

KUMIS KUCING
Bersifat diuretik, bermanfaat untuk mengatasi infeksi kandung kemih, infeksi saluran kemih, kencing batu, batu kantung empedu, dan sebagai antipiretik.
Komponen berkhasiat: Eupatrin, sinensetin, 3-hidroksi-tetrametil flavon dan siphonol A-E.
Cara meramu: Kumis kucing dan meniran, masing-masing 30 gram, direbus. Setelah dingin airnya diminum.

LOBAK
Sebagai peluruh batu ginjal. Cara meramu: 200 gram lobak dibuat jus, lalu disaring dan diminum untuk satu hari.

TAPAK LIMAN
Seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan sebagai peluruh batu ginjal, untuk meningkatkan kinerja ginjal, antiseptik, antiradang, dan penurun panas.
Komponen berkhasiat deoxy, isodeoxyelephantopin, dan seskuiterpena.
Cara meramu: Rebus 1.530 gram tanaman yang telah dikeringkan, airnya diminum.

PEGAGAN
Bersifat antibakteri, menyembuhkan luka, antiradang, antioksidan, dan meningkatkan kinerja ginjal. Telah melalui beberapa uji praklinis untuk antibakteri, ginjal, dan antitumor. Digunakan sebagai obat untuk membantu penyembuhan luka dan radang pada saluran kemih.
Cara meramu: Daun segar sebanyak 50-80 gram direbus, airnya diminum.

DAUN SENDOK
Bermanfaat sebagai antiinflamasi, melarutkan batu ginjal, meningkatkan kerja ginjal, dan sebagai antibakteri.
Komponen kimia: Plantaginin, – homoplantaginin, katalpol.
Cara meramu: Rebus 15-30 gram daun dengan 2 gelas air sampai tinggal 1 gelas, lalu minum.

TEMPUYUNG
Sebagai peluruh kemih, melarutkan batu empedu, dan meningkatkan kinerja ginjal. Komponen kimia: Flavonoid dan aeskulin.
Cara meramu: 5 lembar daun tempuyung, 5 lembar daun alpukat, 5 lembar daun sawi tanah direbus dengan 3 gelas air hingga tersisa 2 gelas. Minum setelah dingin.
Cara lain: 5 lembar daun tempuyung, 6 buah jagung muda, dan gula aren secukupnya direbus, airnya diminum.

CEPLUKAN
Sebagai peluruh batu dan meningkatkan kerja ginjal, bersifat analgesik, antitumor, dan antiseptik.
Komponen kimia: Fisalin B, D, F dan withangulatin A. Saat ini pengembangan penelitian diarahkan untuk membuktikan potensinya sebagai antikanker.
Cara meramu: Konsumsi langsung buahnya atau air rebusan daun secukupnya.

ALANG ALANG
Sebagai infus rimpang, sebagai peluruh batu dan meningkatkan kerja ginjal, menurunkan tekanan darah, sekaligus pereda panas dalam. Hasil penelitian membuktikan tanaman ini tidak beracun, dan praktis penggunaannya karena cukup direbus.
Kandungan kimia: Arundoin, fernenol, isoarborinol, silindrin, dan skopoletin.

DAUN ALPUKAT
Perasan daun alpukat berkhasiat sebagai peluruh batu ginjal dan meningkatkan kerja ginjal. Seduhan daun sebagai pelarut batu ginjal kalsium. Komponen kimia: Polifenol, flavonoid, alkolodi, dan saponin.

KEJI BELING
Daun berkhasiat sebagai peluruh dan pelarut batu ginjal dan batu kandung empedu.
Untuk batu kandung kemih: Rebus bersama tongkol jagung muda.
Untuk batu ginjal: Campur dengan daun menirandan daun ungu. Dapat juga dicampur dengan tempuyung dan tongkol jagung muda.

MENIRAN
Digunakan sebagai peluruh batu ginjal dan mengurangi infeksi sekaligus mempertahankan kinerja ginjal, meningkatkan daya tahan tubuh.
Untuk ramuan diuretik: 20 gram herba direbus selama 15 menit, lalu diminum.
Komponen kimia: Flavonoid kuersitrin, kuersitrin, isokuersitrin, filantin, dan nirantin.

DAUN SAMBILOTO
Digunakan bila terjadi komplikasi penghancuran batu ginjal, nanah dalam saluran kencing, dan atau darah dalam saluran kencing. Berfungsi sebagai diuretik dan peningkat daya tahan tubuh. Komponen kimia: Andirgafolida, neoandrografolida, homoandrografolida, andrografin.
Cara meramu: Rebus daun segar atau yang telah dikeringkan secukupnya. (@Kompas.com)

Dukungan Keluarga Penting bagi Penderita Kanker Payudara

•8 September 2009 • Tinggalkan sebuah Komentar

Penderita kanker payudara, terutama stadium lanjut, umumnya diliputi kemarahan dan depresi karena memikirkan penyakit yang dideritanya. Karena itu, dukungan keluarga amat diperlukan dalam perawatan pasien. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan semangat hidup dan komitmen pasien untuk tetap menjalani pengobatan.

Demikian disampaikan dr Samuel Haryono, ahli bedah onkologi dari Rumah Sakit Kanker Dhar mais, Jumat (28/8), di Jakarta. Diagnosis kanker bukan vonis kematian. “Dengan terapi sejak dini, angka harapan hidup kini jauh lebih tinggi dari sebelumnya, bahkan kecacatan akibat operasi bisa dihindari,” ujarnya.

Sayangnya, banyak penderita baru datang berobat pada stadium lanjut. Data dari RS Dharmais pada 5 tahun terakhir ini mencatat, angka kejadian kanker payudara menempati urutan pertama yaitu 32 persen dari total jumlah kasus kanker. Di antara para pas ien kanker payudara itu, hanya 40 persen yang datang berobat pada stadium awal.

Umumnya ada lima fase reaksi emosional penderit a ketika diberitahu menderita kanker yang sudah lanjut, kata dr Maria Astheria Wijaksono, ahli perawatan paliatif dari RS Kanker Dharmais. Fase pertama adalah penderita menyangkal kenyataan, lalu marah terhadap kenyataan yang d ihadapi, diikuti fase menimbang-nimbang dan diliputi depresi. Setelah fase ini berlalu, akhirnya pasien sadar dan menerima kenyataan.

Perawatan pasien kanker payudara, terutama stadium lanjut, utuh penanganan multidisiplin. Kebanyakan pasien bahkan butuh perawatan suportif sejak awal pengobatan. Karena itu, penting bagi keluarga, pendamping dan relawan untuk selalu memberi harapan agar pasien tetap bersemangat dan berkomitmen untuk patuh berobat, ujarnya.

Samuel menambahkan, peran keluarga amat penting dalam pengambilan keputusan untuk menjalani kemoterapi dan jenis terapi lain bagi penderita. Dengan memberi penjelasan kepada pasien dan keluarganya, diharapkan pasien tetap berkomitmen untuk patuh menjalani pengobatan dan tidak berpaling ke pengobatan alternatif yang tidak terbukti secara ilmiah efektivitasnya, kata dia.

Perkembangan sel-sel kanker dalam tubuh amat agresif. Ada sebagian pasien yang terdeteksi pada stadium awal tetapi kemudian memilih pengobatan alternatif atas anjuran orang-orang di sekitarnya karena takut menjalani operasi dan kemoterapi. Setelah kondisinya bertambah parah, baru pasien datang berobat. Hal ini memperkecil peluang keberhasilan terapi, ujarnya menambahkan. (@Kompas.com)

Hati-hati! Salah Makan Bisa Picu Keputihan

•8 September 2009 • Tinggalkan sebuah Komentar

Di bulan puasa, umumnya jenis makanan yang dikonsumsi cenderung kurang serat dan tinggi gula. Sehingga, jumlah dan frekuensi buang air kecil juga berkurang serta dapat terjadi konstipasi (sulit buang air besar) karena kurangnya asupan cairan. Kondisi inilah yang dapat mempengaruhi risiko keputihan akibat infeksi jamur.

Dr dr Dwiana Ocviyanti SpOG (K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSCM menjelaskan, pembatasan jumlah gula dalam makanan clan minuman dapat menurunkan risiko infeksi jamur vagina. Selain gula, membatasi konsumsi sirop, makanan yang mengandung asam cuka, kacang tanah, kacang mede, kecap, susu, softdrink, kopi, dan teh, juga bisa menurunkan infeksi jamur vagina.

Makanan yang membantu proses penyembuhan dan mencegah infeksi jamur vagina di antaranya adalah makanan probiotik seperti yoghurt atau suplemen probiotik.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan di bulan puasa untuk mencegah infeksi jamur vagina, yakni asupan cukup cairan, minimal 8 gelas per hari, asupan cukup serat dari buah clan sayuran, serta hindari makanan yang mengandung tepung clan gula tinggi. (@Kompas.com)

Gelang Magnet, Bisa Menyehatkan, Bisa Merusak

•8 September 2009 • Tinggalkan sebuah Komentar

Manfaat magnet bagi kesehatan sudah sangat lama dikenal. Lebih dari 2.000 tahun lalu, orang Cina dan India kuno telah membuktikan bahwa penggunaan batu yang menghasilkan magnet dapat mengatasi berbagai gangguan seperti stres, ayan, susah tidur, serta masalah ginjal dan hati.

Tubuh manusia memerlukan magnet. Hal ini diperkuat oleh catatan mengenai kondisi para astronot yang pertama kali mendarat di bulan ketika mereka pulang ke bumi. Ketika itu ketiga astronot tersebut harus dikarantina karena sulit berjalan dan mengalami gangguan metabolisme tubuh. Padahal, mereka dilengkapi oksigen, air, dan nutrisi yang cukup ketika pergi ke luar angkasa.

Dari hasil riset, tubuh para astronot itu tidak terkena magnet bumi ketika di luar angkasa. Sejak itulah para ahli mulai mengamati pengaruh magnet terhadap tubuh manusia.

Belakangan ini penggunaan gelang dan kalung magnet sedang ngetren. Aksesori magnetik yang harganya ratusan ribu hingga jutaan rupiah ini laris manis karena diyakini bermanfaat bagi kesehatan.

Simak saja cerita Ido (25). Awalnya pria yang berprofesi sebagai penulis ini tak percaya pada cerita temannya yang mengatakan gelang ini bisa menambah stamina. Setelah mencoba, ia pun mulai percaya. Katanya, “Stamina jadi lebih kuat dan tubuh lebih seimbang.” Apalagi setelah mendapat informasi di internet bahwa gelang ini banyak dipakai orang terkenal, salah satunya pebasket Shaquille O’Neal.

Aliran darah meningkat
Dijelaskan oleh Dr. Erwin Kusuma, Sp.KJ(K), seorang terapis cara holistik dari Klinik Pro-V, pengaruh magnet antara lain melancarkan peredaran darah. “Medan magnet dapat memengaruhi peredaran darah. Aliran darah dalam tubuh akan meningkat. Ketika aliran darah meningkat, otomatis oksigen dpn nutrisi lain akan disalurkan lebih cepat lagi ke seluruh tubuh,” papar pria yang juga pemerhati penyembuhan dengan magnet dan energi ini.

Dengan demikian, tubuh akan memiliki persediaan oksigen dan nutrisi yang lebih besar untuk menjaga organ-organ dalam. Medan magnet akan lebih mudah menyerap ke tubuh jika ditempatkan langsung pada pembuluh arteri utama, seperti pembuluh arteri jantung yang terdapat pada pergelangan tangan atau pembuluh arteri karotid yang terdapat di leher.  Dengan demikian, banyak penyakit yang diakibatkan oleh kurang lancarnya aliran darah bisa diatasi.

Hal ini diamini Tom Suhalim, Dipl. Phyt, ND, ahli naturopati dari Klinik Pro-V. Tom mengatakan, berbagai keluhan yang berkaitan dengan peredaran darah bisa diatasi dengan gelang maupun kalung magnet ini.

Ketika diuji dengan foto aura, gelang dan kalung magnetik ini menunjukkan hasil positif. “Aura orang yang mengenakan benda tersebut jadi lebih besar. Aura yang membesar membuat seseorang lebih sehat dan lebih tahan terhadap serangan penyakit,” sebut Tom.

Yang harus diingat, pengaruh medan magnet tidak sama pada tiap orang. “Semua tergantung kondisi pemakainya. Jadi, hasilnya jangan disamaratakan,” tambahnya.

Meski begitu, Dr. Erwin dan Tom Suhalim mengingatkan masyarakat agar waspada. “Tidak semua orang cocok mengenakan gelang atau kalung magnetik ini. Seharusnya orang yang hendak menggunakannya diperiksa terlebih dahulu,” kata Dr. Erwin.

Jangan dipakai terus
Selain itu, durasi mengenakan gelang dan kalung magnet juga harus diperhatikan. Banyak orang yang salah kaprah dengan mengenakan benda itu terus-menerus. “Medan magnet membuat metabolisme tubuh menjadi cepat. Padahal, tubuh juga butuh istirahat. Kalau digunakan tanpa istirahat, malah bisa merusak organ dalam tubuh,” kata Tom.

Tidak hanya itu, keaslian gelang dan kalung tersebut juga harus terjamin. Karena seringkali ada gelang dan kalung yang diperjualbelikan namun tidak mengandung satuan magnet yang ideal untuk “membetulkan” kondisi tubuh.

Untuk mengatasi itu, ada cara mengukur satuan magnet dengan menggunakan Gaussmeter. Menurut Dr. Erwin, kandungan magnet pada gelang dan kalung yang bagus antara 1.000 hingga 3.000 Gauss. Karena tidak tiap orang memiliki Gaussmeter, cara mudah untuk mengujinya adalah dengan menempelkan sendok.

“Jika sendok itu tetap menempel lengket dan tidak jatuh, berarti medan magnet gelang atau kalung itu sesuai standar. Waspada juga, jangan sampai lebih dari 3.000 Gauss karena bisa merusak tubuh jika digunakan terus-menerus,” ungkapnya. (@Kompas.com)

Masalah Kultur Memicu Kematian Ibu

•23 Mei 2008 • Tinggalkan sebuah Komentar

Tingginya angka kematian ibu di Indonesia dipicu oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan persalinan. Hal ini diperparah oleh lemahnya posisi perempuan di lingkungan masyarakat, khususnya di pedesaan, dalam pengambilan keputusan mengenai masalah kesehatan reproduksinya.

Saat ini angka kematian ibu di Indonesia masih tertinggi di Asia Tenggara. Hasil survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2002 menyebutkan, angka tersebut mencapai 307/100.000 kelahiran hidup. Diperkirakan 20.000 perempuan meninggal dunia setiap tahun karena komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas.

Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief, dalam diskusi ”A Promise of Healthy Pregnancy and Safe Childbirth for All”, Kamis (22/5) di Jakarta, persalinan jadi berisiko tinggi jika terlalu banyak anak yang dilahirkan dan terlalu dekat jaraknya satu sama lain. Atau apabila terjadi pada perempuan berusia terlalu muda atau terlalu tua. Selain itu, banyak ibu meninggal dunia karena terlambat dibawa ke tempat pelayanan persalinan.

Staf Ahli Menteri Kesehatan Rachmi Untoro menyatakan, lambatnya keputusan membawa ibu hamil ke pusat layanan kesehatan ini dilatarbelakangi rendahnya tingkat pendidikan dan dominasi budaya patriark atau ketidaksetaraan jender.

Di banyak daerah perempuan sulit memutuskan sendiri apa yang terbaik bagi dirinya dan bayi yang dikandung. Jadi, saat mengalami perdarahan atau komplikasi saat kehamilan, suami atau tetua adat yang memutuskan kapan dan di mana ia akan dirawat. ”Padahal, belum tentu suami ada di rumah,” ujarnya.

Juga banyak ibu hamil terlambat mencapai sarana kesehatan lantaran tempat tinggalnya jauh dari tempat pelayanan persalinan. Penyebab lain adalah banyak rumah sakit di daerah yang tidak memiliki pelayanan transfusi darah sehingga kesulitan mengatasi masalah perdarahan dan komplikasi persalinan.

Atur kehamilan
Untuk menekan angka kematian ibu, tutur Rachmi, perubahan sosial budaya perlu didorong melalui penyuluhan dan sosialisasi pendidikan kesehatan reproduksi, khususnya kesehatan ibu dan anak balita. Dengan program Desa Siaga, kesiapsiagaan menghadapi persalinan tidak hanya tanggung jawab keluarga, tetapi juga semua warga desa setempat.

Sugiri mengatakan, perlu dilakukan pengaturan kelahiran agar tidak terjadi kehamilan tidak diinginkan. ”Dengan menjarangkan kehamilan, risiko kematian ibu saat persalinan jauh berkurang. Makin sering melahirkan, risiko seseorang mengalami komplikasi yang membahayakan jiwa juga makin tinggi,” ujarnya.

”Perencanaan keluarga melalui pengaturan kehamilan yang aman, sehat, dan diinginkan merupakan salah satu faktor penting dalam menurunkan angka kematian maternal. Hal ini bisa tercapai melalui peningkatan akses terhadap pelayanan kontrasepsi berkualitas,” kata Sugiri.  ( sumber Kompas 23 mei 2008 )

Kambing Berkepala Dua Lahir di Yaman

•6 November 2007 • 3 Komentar

Seekor kambing betina milik warga Yaman yang tinggal di ibu kota Sana`a melahirkan seekor anak berkepala dua, lapor harian Al-Thawra, Senin, sambil memuat gambar anak kambing tersebut.

Saat menyusu di induknya, anak kambing yang kondisi kesehatannya stabil itu melakukannya secara bergantian.

“Anak kambing ini lahir sejak seminggu yang lalu secara alami,” kata Yahya Mutahhar Al-Sobahi, sang pemilik.

Al-Sobahi menuturkan bahwa beberapa orang menawar anak kambingnya seharga 100 ribu riyal Yaman (sekitar Rp4,5 juta, namun ditolaknya karena ingin disimpan untuk bahan tadabbur (menghayati) ciptaan Allah Yang Maha Kuasa.

“Bahkan, saya merencanakan untuk menghadiahkan ke kebun binatang agar bisa disaksikan umum sehingga mereka bisa juga menghayati kekuasaan Allah yang menciptakan makhluk sesuai kehendak-Nya,” kata Al-Sobahi menambahan. @Antara-New

Antibiotik Bisa Jadi Bumerang untuk Anak

•6 September 2007 • 1 Komentar

Setiap orangtua pastilah khawatir manakala si kecil rewel karena flu dan pilek, apalagi ditambah demam tinggi. Karenanya tak sedikit orangtua yang meminta diresepkan antibiotik yang dipercaya sebagai “obat sakti” karena mampu menghilangkan penyakit dengan cepat. Padahal pemakaian antibiotik yang tidak sesuai indikasi bisa menjadi bumerang.

Penggunaan antibiotik yang irasional tidak hanya mengganggu fungsi organ tubuh, apalagi sistem tubuh dan fungsi organ bayi dan anak-anak masih belum sempurna, tetapi juga akan membunuh kuman baik yang berguna bagi tubuh. Selain itu kuman-kuman yang belum terbunuh akan bermutasi dan berubah menjadi kuman yang resisten (kebal) terhadap antibiotik.

“Meski berukuran mikro, kuman adalah mahluk yang sangat pintar. Jika tubuh kita sudah sering terpapar antibiotik, lama-lama kuman akan mengenali dan menjadi kebal,” papar dr.Latre Buntaran, Sp.MK, spesialis mikrobiologi klinik dari RS Jantung Harapan Kita. Kuman-kuman yang resisten tadi biasa disebut sebagai superbugs.

Menurut Latre antibiotik sering diterjemahkan salah, yakni untuk membunuh semua yang hidup. Padahal penggunaan antibiotik hanya disarankan untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri. “Kalau penyebabnya virus ya diberi antivirus, kalau bakteri diberi antibiotik, kalau tidak ada bukti infeksi pemberian antibiotik justru akan menimbulkan alergi bahkan kematian,” kata dokter yang juga menjadi Wakil Ketua Pengendalian Infeksi (Indonesia Society of Infection Control) wilayah Jakarta ini.

Sebagian besar kasus penyakit infeksi pada anak penyebabnya adalah virus. Penyakit yang disebabkan oleh virus termasuk dalam penyakit yang sembuh sendiri dalam waktu 5-7 hari tergantung sistem imun tubuh. Infeksi yang disebabkan oleh virus antara lain diare, batuk, pilek, dan panas. Jika dokter tetap memberikan antibiotik dengan alasan untuk meningkatkan kekebalan tubuh, para orangtua harus bersikap kritis dengan bertanya kepada dokter apakah anaknya benar-benar butuh antibiotik.

“Dokter harus lebih jeli dalam mendiagnosis penyebab penyakit, apakah karena bakteri atau virus,” saran Latre. Menurut dia, infeksi yang disebabkan oleh virus biasanya demamnya mendadak naik dan mendadak turun, sedangkan infeksi akibat bakteri biasanya memiliki ciri panas yang tidak turun dalam jangka waktu beberapa hari. “Anak yang menderita batuk pilek disertai demam sebaiknya cukup diberi obat penurun panas, jika dua hari tidak turun baru dipertimbangkan untuk memberikan antibiotik,” tambahnya.

Sementara itu penyakit yang diakibatkan oleh infeksi bakteri di antaranya infeksi telinga, sinus berat, radang tenggorokan akibat infeksi streptokokus, infeksi saluran kemih, tifus, TBC, radang otak (meningitis), dan radang paru (pneumonia). Jika anak memang memerlukan antibiotik karena terkena infeksi bakteri, Latre menyarankan agar orangtua meminta dokter meresepkan antibiotik yang memiliki spektrum sempit, yakni yang hanya bekerja pada satu jenis bakteri yang dituju.

Lebih lanjut Latre menjelaskan bahwa pemberian antibiotik sebaiknya dievaluasi setiap tiga hari sekali. “Jika dalam 2-3 hari tidak ada perbaikan, sebaiknya jenis antibiotiknya diganti,” jelasnya. Menurutnya ada tiga faktor yang menyebabkan antibiotik tidak efektif, yakni karena obatnya salah, kumannya sudah resisten, atau pasien yang tidak patuh meminum antibiotik sesuai dosis anjuran.

Untuk anak-anak, dosis antibiotik yang tepat tergantung pada berat badan dan pertimbangan apakah fungsi organ tubuhnya sudah berkembang sempurna. “Jangan takut memberikan antibiotik pada anak, asalkan dosisnya sesuai dan indikasi penyakitnya jelas,” kata Latre.

Selain itu Latre juga mengingatkan para orangtua agar tidak membeli sendiri antibiotik yang dijual bebas tanpa pertimbangan dokter. Beberapa keadaan yang perlu dicermati jika anak mengonsumsi antibiotik adalah gangguan saluran cerna, seperti diare, mual, muntah, hingga pembengkakan bibir atau mata dan gangguan napas. “Ada antibiotik jenis tertentu yang bisa merusak gigi dan menghambat pertumbuhan tulang pada anak,” demikian Latre. @ditulis kembali dari Kompas

Hipertensi Dapat Menyebabkan Kerusakan Ginjal

•31 Agustus 2007 • Tinggalkan sebuah Komentar

Peningkatan tekanan darah hingga melebihi ambang batas normal (hipertensi) dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan bisa merupakan salah satu gejala munculnya penyakit ginjal.

Dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan ginjal hipertensi Dr.J. Pudji Rahardjo, SpPD-KGH di Jakarta, Rabu, menjelaskan bila tekanan darah melebihi 140 mmHg/90 mmHg maka aliran darah ke ginjal akan terganggu.

Bila salah satu faktor pendukung kerja ginjal, misalnya aliran darah ke ginjal, jaringan ginjal atau saluran pembuangan ginjal terganggu atau rusak maka fungsi ginjal akan terganggu atau berhenti sama sekali (gagal ginjal tahap akhir), kata dr. Pudji.

“Ateroskeloris menyebabkan aliran darah ke organ berkurang dan bisa mengakibatkan kematian sel organ, kalau organnya ginjal menyebabkan gagal ginjal,” ujarnya.

Ia menjelaskan, seorang penderita gagal ginjal tahap akhir hanya bisa bertahan hidup dengan menjalankan cuci darah (hemodialisis) seumur hidupnya.

“Dan itu biayanya sangat mahal, sekitar Rp600 ribu sampai Rp700 ribu untuk sekali dialisis. Padahal seorang penderita gagal ginjal paling tidak harus cuci darah dua kali seminggu,” jelasnya.

Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa ada hubungan timbal balik antara hipertensi dan penyakit ginjal.

Adanya kerusakan pada bagian ginjal tertentu, terutama bagian korteks/lapisan luar, kata dia, akan merangsang produksi hormon renin yang akan menstimulasi terjadinya peningkatan tekanan darah dan hipertensi.

Selain itu, saat ginjal rusak ekskresi atau pengeluaran air dan garam akan terganggu sehingga mengakibatkan isi rongga pembuluh darah meningkat dan tekanan darah naik.

Hipertensi, yang sebagian besar disebabkan oleh faktor keturunan, kebiasaan makan garam, stress dan gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat, merupakan gangguan kesehatan yang diderita 10 persen-30 persen orang dewasa di semua negara di dunia.

Terapi hipertensi yang ditujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi kurang dari 140 mmHg/90 mmHg, kata dia, bisa dilakukan dengan menggunakan obat-obat antihipertensi seperti diuretik, beta bloker, antagonis kalsium, ACE inhibitor, alfa bloker, dan angiotensin II antagonis.

“Penanganan hipertensi yang disertai kerusakan ginjal ditujukan untuk mencapai target ideal 130 mmHg/80 mmHg, dilakukan dengan lebih dari satu obat antihipertensi,” tambahnya.

Sementara upaya pencegahan, katanya, bisa dilakukan dengan menerapkan gaya hidup sehat, menghindari penggunaan produk tembakau dan alkohol, membatasi konsumsi kafein, dan mengukur tekanan darah secara rutin untuk deteksi dini. @Antara

Jatuh Dari Lantai Tujuh Seorang Balita Selamat

•22 Agustus 2007 • Tinggalkan sebuah Komentar

Moskow – Dalam satu peristiwa yang boleh dibilang ajaib, seorang anak usia tiga tahun selamat setelah jatuh dari jendela rumahnya di lantai tujuh sebuah gedung di Siberia.

Kantor berita Interfax melaporkan, Selasa, balita itu mengalami banyak cedera patah tulang namun tidak sampai merenggut jiwanya.

Bayi laki-laki itu tinggal di kota Krasnoyarsk, dikabarkan bangun pada waktu lewat tengah malam dan memanjat jendela dapur tanpa diketahui kedua orang tuanya, kemudian jatuh ke atap apartemen di bawahnya.

Kedua orang tua si bayi hanya mengetahui kalau anak mereka itu hilang.

Subhanaullah, Allah Maha Besar.